Patofisiologi dan Pathway Peritonitis Format PDF dan Docx - sekolahstikes

Sekolahstikes.com – patofisiologi dan pathway peritonitis. Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang sebesar dalam tubuh yang terdiri dua bagian utama yaitu peritoneum parietal yang melapisi dinding rongga abdominal, dan rongga peritoneum viseral yang meliputi semua organ yang berada pada didalam rongga itu (Pearce, 2009).
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum ( lapisan membran serosa rongga abdomen ) dan organ didalamnya (Muttaqin & Sari, 2011). Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa (Jitwiyono
& Kristiyanasari, 2012).

Patofisiologi dan Pathway Peritonitis

Penyebab terjadinya peritonoitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke rongga peritoneum dan terjadi peradangan. Menurut Muttaqin (2011) bakteri yang sering menyebabkan peritonoitis yaitu Escheria coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%), Streptococcus pneumoniae (15%0,

Pseudomonas species, Proteu species, dan gram negatif lainnya (20%), Streptoccous lainnya (15%), Staphylococcus (3%).
Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2012) peritonis juga bisa disebabkam secara langsung dari luar seperti operasi yang tidak seteril, terkontaminasi talcum veltum, lypodium, dan sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, dan ruptur hati.

Patofisiologi Peritonitis

Peritonitis menyebabkan penurunan pd aktivikas fibrinolitik dalam perut atau intra abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dgn pembentukan adhesi berikutnya. Produksi eksodakt fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan tubuh tetapi sejumlah bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrins. Matrin fibrin tersebut yang memproteksi bakteri dari mekanisme pembersih tubuh. (Muttaqin, 2001).

Efek utama dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri peritoneal. Pada study bakteri campuran, hewan peritonitis mengalami efek sistemik defibrinogenasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan peritonitis berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis (Muttaqin, 2011).
Pembentukan abses merupakan strategi pertahanan tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi, namun proses ini dapat menyebabkan infeksi paristen dan sepsis yang mengancam jiwa. Awal pembentukan abses melibatkan pelepasan bakteri dan agen potensi abses ke lingkungan yang steril. Pertahanan tubuh tidak dapat mengeliminasi agen infeksi dan mencoba mengontrol penyebaran melalui sistem kompartemen.  Proses ini dibantu oleh kombinasi faktor-faktor yang memiliki fitur yang umum yaitu fagositosis. Kontaminasi transien bakteri pada peritoneal (yang disebabkan oleh penyakit viseral primer) merupakan kondisi umum. Resultan paparan antigen bakteri telah ditunjukan untuk mengubah respon imun ke inokulasi peritoneal berulang. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan insiden pembentukan abses, perubahan konten bakteri, dan meningkatkan angka kematian.

Studi terbaru menunjukan bahwa infeksi nosokomial di organ lain (pneumonea, spesies, infeksi luka) juga meningkatkan kemungkinkan pembentukan abses abdomen berikutnya (Muttaqin, 2011).
Faktor – faktor virulensi bakteri akan menghambat proses fagositosis sehingga menyebabkan pembentukan abses. Faktor-faktor ini adalah pembentukan kapsul, pembentukan fakultatif anaerob, kemampuan adhesi, dan produksi asam suksinat. Sinergi antara bakteri dan jamur tertentu mungkin juga memainkan peran penting dalam merusak pertahanan tubuh. Sinergi seperti itu mungkin terdapat antara B fagilis dan bakteri gram negatif terutama E Coli, dimana ko-invokulasi bakteri secara signifikasi meningkatkan perforasi dan pembentukan abses (Muttaqin, 2011).

Abses peritoneal menggambarkan pembentukan sebuah kumpulan cairan yang terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, mentum, dan sebelah organ viseral. Mayoritas abses terjadi selanjutnya pada peritonits. Sekitar setengah dari pasien mengembangkan abses sederhan, sedangkan separuh pasien yang lain mengembangkan sekunder abses kompleks fibrinosa dan organisasi dari bahan abses. Pembentukan abses terjadi paling sering didaerah subhepatik dan panggul, tetapi mungkin juga terjadi didaerah perisplenik, kantong yang lebih kecil, dan puteran usus kecil, serta mesenterium (Muttaqin, 2011).
Selanjutnya abses terbentuk diantara perlekatan fibrinosa, menempel menjadi satu permukaan sekitarnya. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang pula, tetapi dapat menetap sebagai pita- pita fibrinosa. Bila bahan yang menginfeksi terbesar luas pada perrmukaan peritoneum, maka aktivitas motolitas usus menurun dan meningkatkan resiko ileus peristaltik (Muttaqin, 2011).
Respon peradangan peritonitis juga menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi dengan cepat dan agresif, maka akan menyebabkan kematian sel.

Pelepasan berbagai mediator misal interleukin, dari kegagalan organ. Oleh karena tubuh mencoba untuk mengompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi kemudian akan segera terjadi badikardi begitu terjadi syok hipovolamik (Muttaqin, 2011).

 Organ – organ di dalam vakum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami edema. Edema disebabkan oleh parmeabilitas pembuluh darah kapiler organ- organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan di dalam rongga peritoneum dan lumen – lumen usus, serta edema seluruh organ intraperitoneal dan edema dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemik bertambah dengan adanya kenaikan suhu, intake yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di rongga peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intraabdomen, membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan perfusi (Muttaqin, 2011).

Pathway Peritonitis

https://www.sekolahstikes.com/2019/08/patofisiologi-dan-pathway-peritonitis.html
Reference : Muttaqin, 2011

Menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2011) , tanda dan gejala dari peritonitis yaitu syok (neurologik dan hipovolemik) terjadi pada penderita peritonitis umum, demam, distensi abdomen, nyeri tekan abdomen, bising usus tidak terdengar, nausea, dan vomiting.
DONASI VIA PAYPAL Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://www.sekolahstikes.my.id/. Terima kasih.
Postingan Lebih Baru Postingan Lebih Baru Postingan Lama Postingan Lama