Patofisiologi dan Pathway Empiema Format Pdf dan Docx

Sekolahstikes.com – patofisiologi dan pathway empiema.
Empiema adalah nanah (pus) yang terdapat dalam rongga pleura, meskipun studi dan uji klinis paling sering menggunakan istilah infeksi pleura untuk mencakup empiema dan efusi parapneumonik (PPE) terkomplikasi. Empiema didefinisikan oleh penampilannya; cairan sangat buram (opaq), kuning keputihan, cairan kental yang merupakan hasil dari serum koagulasi protein, debris seluler dan pengendapan fibrin.

Weese mendefinisikan sebagai cairan dengan gravitasi spesifik lebih dari 1018, jumlah leukosit lebih dari 500/sel mm, atau kadar protein lebih dari 2,5 g%. Vianna mendefinisikan empiema sebagai cairan pleura dengan kultur bakteri yang positif atau jumlah leukosit lebih dari 15.000/sel mm dan kadar protein lebih dari 3 g%. karena banyak efusi pleura masuk dalam kriteria ini, definisi paling tepat adalah cairan pleura yang tebal dan purulen.
Empiema biasanya merupakan komplikasi dari pneumonia tetapi dapat muncul infeksi dari tempat lain. Di India, tuberkulosis empiema adalah penyebab paling banyak.

Gejala klinis dan etiologi mikroba dapat berbeda tergantung dari trauma lokal, pembedahan atau kondisi yang mendasari seperti malignansi, penyakit vaskular kolagen, kelainan imunodefisiensi, dan infeksi yang melibatkan orofaring, esofagus, mediastinum atau jaringan subdiafragma.

Infeksi pleura merupakan satu dari penyakit tertua dan penyakit yang berat. Infeksi pleura merupakan masalah klinis umum yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Drainase rongga pleura dilakukan oleh Hippokrates lebih dari 2000 tahun yang lalu untuk mengobati empiema. Selama pandemik influenza tahun 1917 – 1919, drainase pleura tertutup menjadi terapi yang paling banyak digunakan untuk mengobati empiema parapneumonik. Pengenalan yang cepat dari perkembangan empiema merupakan waktu yang krusial untuk menentukan keberhasilan pengobatan; meskipun dengan terapi yang sesuai, mortalitas pasien dengan empiema sebesar 15 - 20% dan lebih tinggi pada pasien imunokompromais.

Patofisiologi Empiema

Rongga  pleura  normalnya  diisi  dengan  5 – 10  ml  cairan  serous,  dimana  terutama disekresi  dari  pleura  parietal  dengan  rata-rata  0.01  mL/KgBB/jam  dan  diabsorpsi  melalui limfatik  pleura  parietal.  Pada  kondisi  klinis  tertentu,  keseimbangan  antara  sekresi  dan  absorpsi dapat  terganggu  dan  cairan  mulai  terakumulasi  di  rongga  pleura.  Efusi  pleura  secara  klasik dibagi  menjadi  transudat  dan  eksudat  berdasarkan  kriteria  Light .  Pada  transudat, akumulasi  cairan  di  rongga  pleura  akibat  peningkatan  tekanan  hidrostatik  atau  penurunan tekanan  onkotik  melalui  kapiler  membran  pleura.  Sedangkan  pada  eksudat,  kapiler  itu  sendiri merupakan  penyakit  dan  meningkatkan  permeabilitas  yang  menyebabkan  cairan  masuk  ke rongga pleura.
Download jurnal patofisiologi Empiema Format PDF

Pathway Empiema

https://www.sekolahstikes.com/2019/08/patofisiologi-dan-pathway-empiema.html
reference : amin, 1998

GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis dari PPE bervariasi menurut infeksi yang mendasari; di UK-Based Multicentre Intrapleural Sepsis Trial (MIST) pada 430 pasien, durasi gejala sebelum median (interquartile kisaran) perekrutan adalah 14 hari (8 - 28 hari). Manifestasi klinis dari PPE dan empiema tergantung pada apakah pasien mendapat infeksi aerob atau nonaerob. Infeksi pneumonia aerob akan muncul dengan gejala demam akut, nyeri dada pleuritik terlokalisasi, produksi dahak dan leukositosis. Infeksi anaerob cenderung menyebabkan klinis yang lebih buruk, subfebris dan adanya gejala sistemik, seperti penurunan nafsu makan dan berat badan; seperti infeksi lebih umum pada mereka dengan kebersihan gigi yang buruk, pecandu alkohol dan mereka yang sering pingsan sehingga dapat menyebabkan aspirasi isi lambung. Jika demam menetap lebih dari 48 jam setelah pemberian antibiotik, PPE atau empiema dapat dipertimbangkan.
Gejala pneumonia yg melibatkan  empiema (yakni , batuk, malaise,  demam, dyspnea, dan nyeri dada pleuritik) mirip dengan pneumonia tanpa PPE.Pasien lansia mungkin relatif asimptomatik, hanya menunjukkan gejala kelelahan atau perubahan status mental, tanpa gejala paru. Faktor lain seperti usia, puncak suhu, jumlah leukosit, atau jumlah lobus yang terlibat, tidak dapat memprediksi munculnya PPE atau membedakan antara orang dengan dan orang tanpa PPE.

Infeksi pleura harus diduga pada semua pasien dengan pneumonia, khususnya orang- orang yang gagal respon terapi antibiotik yang sesuai, didefinisikan dengan demam yang persisten, leukositosis dan meningkatnya penanda inflamasi seperti C-reaktif protein. Ukuran efusi bervariasi, dan tidak dapat digunakan untuk memprediksi etiologi infeksi.
DONASI VIA PAYPAL Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://www.sekolahstikes.my.id/. Terima kasih.
Postingan Lebih Baru Postingan Lebih Baru Postingan Lama Postingan Lama