Pathway dan Patofisiologi Gagal Nafas
Gagal
nafas merupakan fase lanjut dari gangguan pernafasan yang menyebabkan kegagalan
paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mengeluarkan CO2.1,2 Gagal napas akut
merupakan diagnosis primer hampir 50% pasien yang masuk ruang pelayanan
intensif anak dan merupakan penyebab henti napas paling sering pada anak. Ada
empat kelainan utama pada gagal napas akut, yaitu hipoventilasi, gangguan
difusi, pirau intrapulmonal dan ketidakpadanan ventilasi-perfusi.
Diagnosis
gagal nafas akut ditegakkan berdasaran anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang, termasuk pulse oksimetri dan analisa gas darah.
Pengenalan
dini dan tatalaksana yang tepat merupakan hal yang harus diperhatikan karena
prognosinya buruk bila telah mengalami henti jantung.
Tatalaksana
tersebut meliputi perbaikan ventilasi dan pemberian oksigen, terapi terhadap
penyakit primer penyebab gagal nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang
terjadi di sistem pernafasan. Pada umumnya, gagal nafas disebabkan oleh
gangguan paru primer, termasuk pneumonia, bronkiolitis, asma serangan akut,
sumbatan benda asing, dan sindrom croup. Penyebab di luar paru dapat berupa
gangguan ventilasi akaibat kelainan sistem saraf, misalnya Sindrom Guillain
Barre, Miastenia Gravis.
Etiologi
Gagal
nafas pada anak dapat disebabkan oleh kelainan sistem pernafasan dan di luar
Tabel
1 Penyebab utama gagal napas pada anak
1. Kelainan Paru Primer:
- Pneumonia
- Bronkhiolitis
- Asma
- Fibrosis Kistik
2. Gangguan Mekanik Ventilasi:
- Penyakit Neuromuskuler (myophaties,
Sindrom Guillain Barre)
- Efusi pleura luas
- Penyakit paru restriktif dengan
keterlibatan otot-otot pernafasan.
3. Sumbatan Saluran Nafas:
- Trauma
- Infeksi
- Keracunan
- Genetik (congenital/hypoventilation
syndrome)
- Tumor
4. Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan
Oksigen Jaringan
- Syok septik
Sumber
: Nitu and Elgen 2009.
Klasifikasi Gagal Nafas
Pada
gagal nafas akut terjadi ketidakmampuan sistem pernafasan mempertahankan
pertukaran gas normal. Keadaan ini menyebabkan terjadinya hipoksemia,
hiperkapnia atau kombinasi keduanya. Berdasarkan tekanan parsial karbondioksida
arteri (PaCO2), gagal nafas dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe
I dan tipe II. Pada kedua tipe tersebut
ditemukan gambaran tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) yang rendah.
Sebaliknya,
PaCO2 yang berbeda pada kedua tipe tersebut.
Terdapat
mekanisme yang berbeda yang mendasari perubahan PaO2 dan PaCO2 baik pada tipe I
maupun II. Pada tipe I dengan gangguan oksigenasi, didapatkan
PaO2
rendah, PaCO2 normal atau rendah terutama disebabkan abnormalitas
ventilasi/perfusi. Sebaliknya, pada tipe II, yang umumnya disebabkan oleh
hipoventilasi alveolar, peningkatan ruang mati, maka akan terjadi peningkatan
produksi CO2.1,4,5
Gagal
napas tipe I adalah kegagalan oksigenasi dan terjadi pada tiga keadaan.
1.
Ventilasi/perfusi yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi bila
darah mengalir ke bagian paru yang tidak mengalami ventilasi adekuat, atau bila
area ventilasi paru mendapat perfusi
adekuat.
2.
Defek difusi, disebabkan penebalan membran alveolar atau bertambahnya
cairan interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar.
3.
Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila kelainan struktur paru menyebabkan
aliran darah melewati paru tanpa berpatisipasi dalam pertukaran gas.
Gagal
nafas tipe II pada umumnya terjadi karena hipoventilasi alveolar dan biasanya
terjadi sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat, sedasi
berlebihan, atau gangguan neuromuskuler.
Patofisiologi Gagal Nafas
Mekanisme
gagal napas menggambarkan ketidak mampuan tubuh untuk melakukan oksigenasi
dan/atau ventilasi dengan adekuat yang ditandai oleh
ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang cukup atau membuang
karbon dioksida.Pada gagal napas terjadi
peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 50
mmHg, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau
kedua-duanya. Hiperkarbia dan hipoksia mempunyai konsekuensi yang berbeda.
Peningkatan
PaCO2 tidak mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar
ekstrim (>90 mm Hg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan
depresi susunan saraf pusat dan henti napas. 3,6,7 Untuk pasien dengan kadar
PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik akut
maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung yang
rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko henti jantung.
Hipoventilasi
ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas yang dangkal. Bila PaCO2
normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi sampai 50% akan meningkatkan PaCO2
sampai 80 mmHg. Dengan hipoventilasi, PaO2 akan turun kira-kira dengan jumlah
yang sama dengan peningkatan PaCO2.3,5 Kadang, pasien
yang
menunjukkan petanda retensi CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati
normal.
Disfungsi
paru menyebabkan gagal napas bila pasien yang mempunyai penyakit paru tidak
dapat menunjang pertukaran gas normal melalui peningkatan ventilasi. Anak yang
mengalami gangguan padanan ventilasi atau pirau biasanya dapat mempertahankan
PaCO2 normal pada saat penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju
pernapasan saja. Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah
tidak bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya karena
kelelahan otot.
Pathway Gagal Nafas
Diagnosis
Gagal
napas akut harus dipikirkan bila menghadapi anak yang mengalami penurunan
kesadaran yang disertai dengan nafas yang lambat atau dangkal atau adanya upaya
nafas yang meningkat. Diagnosis dibuat berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang termasuk pulse
oksimetri
dan analisa gas darah (AGDA).
Gagal
napas diketahui dengan adanya insufusiensi pulmonal, hiperkarbia dan dispnea.
Tidak ada nilai analisis gas darah (PaO2 atau PaCO2) mutlak yang memberi
definisi keadaan ini. Interpretasi analisis gas darah dapat dibuat berdasarkan
status gas darah dasar. Penampilan dan pemeriksaan klinis lebih bermakna untuk
menegakkan gagal napas akut.
Analisi
gas darah arteri masih merupakan baku emas dan merupakan indikator definitif
dari pertukaran gas untuk menilai gagal napas. Gas darah arteri memberikan
informasi status asam-basa (dengan ukuran pH dan menghitung bikarbonat) sama
seperti kadar PaO2 dan PaCO2. PaO2 merupakan faktor yang menentukan dalam
pengangkutan
oksigen ke jaringan, dan PaCO2 merupakan pengukur yang sensitive untuk
ventilasi. Pada kebanyakan kasus, gas kapilar mendekati nilai gas arteri. Bila
sampel darah kapilar atau arteri sulit didapat, pH dan PCO2 sampel darah vena
bermanfaat; bila berfusi baik, PCO2 vena 5-10 mmHg lebih tinggi dari pH sedikit
lebih rendah dari nilai darah arteri.
Pada
gagal nafas tanda utama adalah berdasarkan pemeriksaan laboratorium berupa
adanya hipoksemia (PaO2<50-60 mmHg, SaO2<90%; PaO2<60 mmHg dengan FiO2
40% atau rasio PaO2/FiO2<300) dan hiperkapnia (PaCO2>50 mmHg dengan
asidosis pH
<7,25;
PaCO2>40 mmHg dengan distress pernapasan berat atau PaCO2>55 mmHg).
Pada
gagal napas akut, kadar bikarbonat serum sedikit meningkat dan pH darah arteri menurun. Bila PaCO2 masih meningkat atau naik perlahan,
ginjal akan menghemat konsentrasi bikarbonat serum meningkat dan pH darah arteri akan mendekati normal.
Kompensasi
ginjal dimulai dalam satu hari setelah terjadi gagal napas. Status respirasi
bergantung pada pemeriksaan gas darah arteri. Hasil analisis gas darah arteri
tipikal pada pasien gagal napas terlihat pada Gagal nafas terjadi setelah melalui
suatu mekanisme kompensasi gangguan pernafasan. Kompensasi pertama ditandai
dengan adanya gambaran berupa distres pernafasan. Jika distres pernafasan gagal
dikompenssasi, maka selanjuttnya akan
terjadi gagal nafas. Tatalaksana yang tidak adekuat terhadap gagal nafas, akan
menyebabkan terjadinya henti nafas.
DONASI VIA PAYPAL
Bantu berikan donasi jika artikelnya dirasa bermanfaat. Donasi akan digunakan untuk memperpanjang domain https://www.sekolahstikes.my.id/. Terima kasih.
Postingan Lebih Baru
Postingan Lebih Baru
Postingan Lama
Postingan Lama